18 Mei 2009

MEMPERBAHARUI KOMITMEN KITA TERHADAP DAKWAH

Keputusan seseorang untuk bergabung dengan barisan dakwah, menuntut orang itu untuk senantiasa meluruskan dan memperbaharui komitmennya supaya tidak ada lagi awan keraguan yang menyelimuti hatinya. Dalam setiap amal dan aktivitas yang dilakukan, seharusnya seorang da’i senantiasa mengingat bahwa dirinya telah terikat dengan semua aturan dan tata tertibnya. Terutama, ketika seorang da’i mengetahui bahwa dakwah yang digelutinya bersifat Islami yang mengadopsi prinsip-prinsipnya dari peraturan-peraturan Allah dan Undang-undang langit (wahyu). Saat itu, seorang da’i harus menyadari bahwa banyak konsekuensi dan amanah yang harus ditunaikannya dengan sempurna.

Namun, ketika begitu banyak tanggungjawab yang harus dipikul dan kesibukan yang menuntut segera dituntaskan, seorang da’i bisa saja lupa—atau melupakan—hakikat komitmennya terhadap dakwah sehingga lalai dengan hak dan kewajibannya yang harus dijalankan. Walaupun ia menjalankan tugasnya, tak lebih hanya sekedar menggugurkan kewajibannya atau asal-asalan. Adalah sangat mungkin seorang da’i—hatta yang sudah senior sekalipun—mengalami saat-saat dimana komitmen yang semula terpancang begitu kokoh, akhirnya luntur bahkan hilang sama sekali.

Muhammad Abduh dalam bukunya Komitmen Da'i Sejati mencoba mengulas lebih dalam mengenai hakikat komitmen seorang muslim ketika dia beramal dakwah. Buku yang terdiri dari empat bab ini sangat layak untuk dijadikan referensi utama dalam proses pembentukan seorang da'i atau untuk meneguhkan kembali komitmen para da'i yang telah terjun ke medan dakwah. Di bab pertama buku ini mengulas tentang bentuk komitmen apa saja yang harus dipenuhi setiap da'i. Diantaranya adalah: memahami kondisi masyarakat dengan segala problemtikanya sehingga akan melahirkan pandangan yang menyeluruh tentang Islam dan dakwah; komitmen terhadap aqidah yang menjadi landasan dalam berdakwah; komitmen dan yakin dengan tujuan, sasaran dan sarana-sarana dakwah; Menguasi manhaj, peraturan dan Undang-undang dakwah; dan komitmen dengan sikap dakwah terhadap aliran dakwah lain.

Untuk dapat menumbuhkan komitmen, diperlukan berbagai sarana dan pesiapan yang harus dilakukan oleh setiap muslim, keimanan yang mendalam dan keinginan yang kuat merupakan syarat utama yang harus disiapkan oleh sang da'i . Kesungguhan dan rasa optimis akan mengokohkan komitmen yang sudah terpatri, jika seorang da'i masih dibayangi keraguan dan pesimis akan sangat sulit menumbuhkan komitmennya. Selain itu, seorang da'i juga harus menjadi teladan bagi orang lain dan mampu besikap lemah lembut sehingga mampu menjadi daya tarik tersendiri ketika ia berupaya mengajak orang lain ke jalan Allah.

Komitmen seorang da'i pada akhirnya akan diuji ketika ia dihadapkan pada kewajiban-kewajiban praktis yang harus segera dijalankan. Apakah ia masih komitmen ketika diharuskan membayar infaq bagi kelangsungan dakwah; atau ketika qiyadah yang dipilih tidak sesuai dengan harapannya. Apakah ia masih aktif dan selalu menghadiri kegiatan-kegiatan yang diselenggarkan oleh jama’ah ditengah kesibukannya yang padat.

Di bab akhir buku ini dijelaskan mengenai bahaya dan rintangan yang bisa menghancurkan bangunan jama’ah bila hal ini dibiarkan. Diantaranya sifat individualisme yang memicu perpecahan internal; ambisi pribadi untuk menjadi pemimpin dan malasnya kader menghadiri liqa atau taklim pekanan yang berakibat pada melemahnya intima’ (keterikatan) terhadap dakwah.

Sesungguhnya ketika komitmen terhadap dakwah benar-benar tulus, maka tidak akan banyak da'i yang berguguran di tengah jalan. Ia menyadari bahwa tidak mungkin dakwah ini ditinggalkan sementara Allah telah membeli harta dan jiwanya dengan jannah yang dijanjikan. Ia akan terus bertahan, lalu kembali bergerak untuk segera menyelesaikan tugas-tugasnya. Dan ia pun tidak takut ketika nyawanya harus lepas dari jasad untuk membuktikan janji kepada Allah yang menggenggam jiwanya. Saatnya bekerja teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan saran,kritik,dan pesannya